WELCOME

Selamat bergabung... Nikmati:
Informasi, Analisa, Opini, Riset, Data tentang BIOLOGI LINGKUNGAN


Senin, 21 Februari 2011

Berkenalan dengan EUTROFIKASI

Menurut Connell dan Miller (1995), Eutrofikasi diperikan pertama kali oleh Weber pada tahun 1907 ketika ia memperkenalkan istilah oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik (Hutchinson, 1969). Istilah ini memerikan proses eutrofikasi sebagai suatu rangkaian proses dari sebuah danau yang bersih menjadi berlumpur oleh pengkayaan unsur hara tanaman dan meningkatnya pertumbuhan tanaman. Sejak saat itu, terdapat banyak pemerian dan kriteria untuk istilah ini serta pengenalan istilah baru tersebut semakin berkembang.
 OECD telah mencirikan eutrofikasi sebagai “pengkayaan unsur hara pada air yang menyebabkan rangsangan suatu perubahan yang simpomatik yang meningkatkan produksi ganggang dan makrofit, memburuknya perikanan, memburuknya kualitas air dan perubahan simpomatik lainnya yang tidak dikehendaki serta mengganggu penggunaan air”  (Wood, 1975 dalam Connell dan Miller, 1995).
Akumulasi alami dari nutrien dalam danau disebut eutrofikasi alami (natural eutrophication). Akumulasi nutrien dan erosi alami dapat dengan waktu yang sufisien, mentransformasi danau kedalam tanah rawa dan kemudian tanah kering, sebuah proses yang disebut suksesi alami (natural succesion). Dalam proses ini nutrien inorganikmerangsang pertumbuhan tanaman; tumbuhan suatu saat mati dan menyumbang sedimen organik kedalam dasar danau (Chiras, 1988).
Dalam proses eutrofikasi alamiah, detritus tanaman, garam-garaman, pasir dan sebagainya dari suatu daerah aliran masuk dalam aliran air dan disimpan dalam badan air selama waktu geologis. Ini menyebabkan pengkayaan unsur hara, sedimentasi, pengisian dan peningkatan biomassa (Connell dan Miller, 1988).  
Danau-danau oligotrofik secara tiba-tiba menjadi lebih kaya atau eutrofik dengan tertimbunnya zat-zat makanan pada saat mereka menjadi lebih tua. Di alam eutrofikasi menghasilkan suatu keseimbangan dan ini dapat dilihat dengan perbedaan susunan komunitas pada tubuh air oligotrofik dan eutreofik. Pada air eutrofik alami, plankton berlimpah, perkembangan ganggang merupakan hal yang umum. Terdapat imbangan yang baik pada bahan-bahan organik baik dalam larutan maupun pada dasarnya. Eutrofikasi menjadi sebuah masalah jika disebabkan oleh campur tangan manusia, karena hal-hal yang seperti inilah jangka waktu menjadi berkurang sehingga keseimbangan secara sehingga keseimbangan secara alami berkurang (Michael, 1994).
Eutrofikasi buatan sebagai hasil kegiatan manusia menambah kekurangan oksigen dalam zone profundal. Jadi ikan yang stenotermal, yang dapat bertahan pada suhu rendah, hanya hidup dalam danau “miskin”, dimana air di bagian dalam yang dingin tidak kekurangan oksigen. Jenis-jenis seperti ini adalah yang pertama kali menghilang di Great Lakes di Amerika serikat. Organisme rendah (berlawanan dengan ikan) dari zone profundal beradaptasi untuk tahan terhadap kekurangan oksigen dalam jangka waktu yang panjang (Odum, 1991).
Diutarakan juga oleh Conell dan Miller (1988), bahwa kegiatan manusia sangat mempengaruhi pengkayaan unsur hara dan eutrofikasi. Pada kenyataanya, dalam waktu 100 tahun terakhir banyak danau yang memperlihatkan pengkayaan unsur hara sangat cepat yang disebabkan oleh pencemran. Buangan,  seperti limbah rumah tangga, aliran dari bak penampungan kotoran, beberapa limbah industri, aliran dari perkotaan, aliran dari pertanian dan pengelolaan hutan, serta limbah hewan mengandung unsur hara tanaman yang seringkali menyebabkan pengkayaan unsur hara dan mempercepat eutrofikasi.
Menurut Michael (1994), pengaruh terbesar eutrofikasi terlihat pada air-air yang tenang, hasil yang nyata adalah suatu perkembangan ganggang. Seringkali lapisan ganggang dan kotoran bebek menutupi seluruh permukaan yang menyebabkan deoksigenasi pada air-air dibawahnya dimana fotosintesis berhenti disebabkan putusnya pencahayaan oleh lapisan ganggang. Pada saat ganggang ini mati dan terurai, terjadi  penurunan oksigen yang terurai lebih lanjut.
Danau dapat diklasifikasikan berdasarkan produktifitas primernya. Produktifitas atau kesuburan danau tergantung pada nutrisi yang diterimanya dari perairan regional, pada usia geologis dan pada kedalaman. Berdasarkan produktifitas, danau dibagi atas danau oligotrofik dan eutrofik. Danau oligotrofik biasanya dalam, dengan hipolimnion lebih besar dari epilimnion, dan mempunyai produktifitas primer rendah. Tanaman di daerah littoral jarang  dan kerapatan plankton rendah, walaupun jumlah jenis yang ada mungkin tinggi. Danau eutrofik adalah lebih dangkal  dan  produktifitas primernya lebih tinggi, vegetasi littoral lebih lebat dan populasi plankton lebih rapat (Odum, 1971).
Selanjutnya Thohir (1991) dan Soeriaatmaja (1981) mengungkapkan fase-fase perkembangan kehidupan di danau, yang terdiri dari: oligotrofi, mesotrofi, eutrofi dan distrofi. Danau oligotrofi, keadaan airnya jernih, bahan organik yang dikandung sedikit, kerapatan hewan dan tumbuhan rendah, suhu air relatif rendah, bahan makanan sedikit tetapi kaya oksigen. Danau oligotrofi lama kelamaan akan meningkat aktifitas biologisnya dan menjadi danau mesotrofi, dimana air menjadi lebih keruh, produksi bahan organik bertambah, kesuburan danau lebih tinggi namun belum mencapai kesuburan optimal. Jika kesuburan danau telah mencapai titik optimal, danau tersebut disebut danau eutrofi.

DAFTAR PUSTAKA
Chiras, D.D., 1988. Environmental Science- A Framework for Decicion Making. The Benjamin / Cumming Publishing comp, INC
Connell, D.W., dan Miller, G.J. 1985. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran,
Cole, G.A., 1979. Textbook of Limnology. McGraw-Hill Book Company. New York USA.
Michael, P., 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium. UI Press Jakarta
Odum, E.P., 1971. Dasar-dasar Ekologi. Gajah Mada University Press.
Sastrawijaya, A.T.1986. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta Jakarta.
Soeriaatmaja, R.E., 1981. Ilmu Lingkungan. ITB Bandung
Thohir, K.A. 1991. Butir-butir Tata Lingkungan. Rineka Cpta Jakarta

1 komentar: